Kali ini dikaji lagi Bulughul Maram tentang waktu shalat. Sudah tahu belum waktu-waktu terlarang untuk shalat?
Bulughul Maram karya Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani
Kitab Shalat – Bab Al-Mawaqit (Waktu Shalat)
Hadits #160
وَعَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – – أَصْبِحُوا بِالصُّبْحِ فَإِنَّهُ أَعْظَمُ لِأُجُورِكُمْ – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّانَ
Dari Rafi’ bin Khadij radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kerjakanlah shalat Shubuh jika waktunya sudah yakin masuk karena seperti itu pahalanya lebih besar.” (Dikeluarkan oleh yang lima, yaitu Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan An-Nasa’i, serta Imam Ahmad. Hadits ini dishahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Hibban) [HR. Abu Daud, no. 424; Tirmidzi, no. 154; An-Nasa’i, 1:272; Ibnu Majah, no. 671, Ahmad, 25:132. Hadits ini dishahihkan oleh Tirmidzi, Ibnu Hibban, Ibnul Qaththan, Ibnu ‘Abdil Hadi, dan Ibnu Taimiyyah dalam fatawanya, 22:97. Lihat Minhah Al-‘Allam, 2:192]
Faedah Hadits
- Wajib menunggu shalat Shubuh sampai benar-benar waktunya masuk.
- Sebagian pengertian dari hadits di atas adalah perintah memperlama bacaan ketika shalat Shubuh sampai pengerjaannya hingga hampir terang.
- Mengerjakan shalat Shubuh pada waktu masuknya yang yakin, pahalanya lebih besar menunjukkan akan berbeda-bedanya pahala amalan yang satu dan lainnya.
- Padahal Allah yang memberi kita taufik untuk beramal saleh, Allah juga yang memberikan kepada kita balasan.
- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengerjakan shalat Shubuh lebih awal (waktu ghalas, masih gelap), demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, juga dinyatakan oleh Imam Ash-Shan’ani dalam Subul As-Salam (1:18).
Hadits #161
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ: – مَنْ أَدْرَكَ مِنْ اَلصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلصُّبْحَ, وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ اَلْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ اَلشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ اَلْعَصْرَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Shubuh sebelum matahari terbit, maka ia telah mendapatkan shalat Shubuh. Dan barangsiapa yang mengerjakan satu rakaat shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka ia telah mendapatkan shalat Ashar.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 579 dan Muslim, no. 608]
Hadits #162
وَلِمُسْلِمٍ عَنْ عَائِشَةَ نَحْوَهُ, وَقَالَ: “سَجْدَةً” بَدَلَ “رَكْعَةً”. ثُمَّ قَالَ: وَالسَّجْدَةُ إِنَّمَا هِيَ اَلرَّكْعَةُ
Menurut riwayat Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ada hadits serupa, di mana beliau bersabda “sekali sujud” sebagai pengganti dari “satu rakaat”. Kemudian beliau bersabda, “Yang dimaksud sekali sujud itu adalah satu rakaat.” [HR. Muslim, no. 609]
Faedah Hadits
- Waktu shalat didapati dengan mendapatkan satu rakaat. Begitu pula, seseorang mendapati shalat Jumat dengan mendapatkan satu rakaatnya. Mendapatkan berjamaah dengan mendapatkan satu rakaat.
- Jika wanita haidh suci, lalu masih bisa mendapatkan satu rakaat shalat, maka ia punya kewajiban untuk melaksanakan shalat.
- Sebagian ulama berpandangan pula kalau wanita datang haidh padahal sudah masuk waktu shalat dan ia bisa dapati satu rakaat, maka jika suci, ia tetap mengqadha shalat.
- Menurut pendapat paling kuat menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, seorang wanita yang suci di waktu Ashar, maka ia hanya mengerjakan shalat Ashar saja, tidak lagi shalat Zhuhur.
- Jika ada yang mengerjakan shalat pada akhir waktu lalu ia mendapati satu rakaat, maka dianggap telah melaksanakan shalat secara ada’an (pada waktunya). Misalnya ada yang mengerjakan shalat Ashar sebelum matahari tenggelam dan mendapati satu rakaat sebelum waktunya habis, maka ia dianggap melakukan shalat tadi ada’an, walaupun tiga rakaat dari shalat Ashar tersebut dilakukan ketika matahari sudah tenggelam.
- Hal ini bukan berarti boleh menunda-nunda shalat Ashar sampai tersisa waktu bisa mendapatkan satu rakaat. Namun semacam ini bisa saja terjadi pada orang yang baru terbangun dari tidur atau orang yang lupa mengerjakan shalat.
- Istilah sujud kadang dimaksudkan pula untuk shalat.
Hadits #163
وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – قَالَ: سَمِعْتَ رَسُولَ اَللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَقُولُ: – لَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلصُّبْحِ حَتَّى تَطْلُعَ اَلشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ اَلْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ اَلشَّمْسُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
وَلَفْظُ مُسْلِمٍ: – لَا صَلَاةَ بَعْدَ صَلَاةِ اَلْفَجْرِ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada shalat sunnah setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit, dan tidak ada shalat sunnah setelah shalat ‘Ashar hingga matahari terbenam.’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 585 dan Muslim, no. 827]
Dalam lafazh riwayat Muslim, “Tidak ada shalat sunnah setelah Fajar (Shubuh).”
Faedah Hadits
- Tidak boleh melakukan shalat pada waktu yang terlarang kecuali kalau memiliki sebab. Inilah yang jadi pendapat Imam Syafi’i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, dipilih pula oleh sebagian ulama Hambali, serta menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim.
- Ada beberapa shalat yang boleh dilakukan pada waktu terlarang (setelah shalat Shubuh dan setelah shalat Ashar) yaitu: (a) shalat fardhu yang luput; (b) shalat yang diulang (seperti ada yang sudah shalat Shubuh di masjidnya lalu ia masuk masjid lainnya yang sedang berjamaah Shubuh, maka ia mengulangi shalat bersama mereka); (c) mengerjakan shalat sunnah badiyah Zhuhur jika ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar secara jamak takdim (maka shalat badiyah Zhuhur dilakukan setelah shalat Ashar yang dijamak); (d) shalat sunnah dua rakaat bada thawaf; (e) shalat sunnah wudhu; (f) shalat sunnah tahiyatul masjid; (g) shalat istikharah. Artinya larangan shalat sunnah yang dimaksud dalam hadits tidak berlaku pada shalat fardhu dan shalat sunnah yang memiliki sebab.
- Hikmah larangan shalat sunnah ketika matahari terbit dan tenggelam karena ketika itu muncul dua tanduk setan, orang musyrik ada yang melakukan ibadah pada waktu tersebut. Dari sini orang muslim dilarang mengikuti kebiasaan orang musyrik (dilarang tasyabbuh) dan hal ini juga untuk mencegah umat Islam dari kesyirikan.
- Misalnya ada yang luput shalat Ashar, maka ia boleh mengerjakan shalat sunnah qabliyah Ashar, lalu ia mengerjakan shalat fardhunya. Karena larangan dalam hadits terkait dengan shalat, bukan terkait dengan waktu.
Hadits #164
وَلَهُ عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ: – ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّي فِيهِنَّ, وَأَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: حِينَ تَطْلُعُ اَلشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ, وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ اَلظَّهِيرَةِ حَتَّى تَزُولَ اَلشَّمْسُ, وَحِينَ تَتَضَيَّفُ اَلشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ –
Dan dalam riwayat Muslim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, ada tiga waktu di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami melakukan shalat dan menguburkan mayit pada waktu-waktu tersebut, yaitu: (1) ketika matahari terbit hingga matahari meninggi, (2) ketika tengah hari hingga matahari tergelincir, (3) ketika matahari menjelang terbenam. [HR. Muslim, no. 831]
Hadits #165
وَالْحُكْمُ اَلثَّانِي عِنْدَ “اَلشَّافِعِيِّ” مِنْ:
حَدِيثِ أَبِي هُرَيْرَةَ بِسَنَدٍ ضَعِيفٍ. وَزَادَ: – إِلَّا يَوْمَ اَلْجُمْعَةِ –
Dan hukum yang kedua menurut Imam Syafi’i dari hadits Abu Hurairah dengan sanad yang dhaif, ia menambahkan, “Kecuali pada siang hari Jumat.” [HR. Imam Syafi’i dalam musnadnya, 1:52; Al-Baihaqi, 2:464, Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah, 3:329. Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini dhaif dikarenakan Ibrahim bin Muhammad dinyatakan sebagai pendusta oleh Yahya Al-Qaththan, Ibnu Ma’in. Al-Hafizh Ibnu Hajar menyatakan dalam At-Taqrib bahwa ia adalah perawi matruk]
Hadits #166
وَكَذَا لِأَبِي دَاوُدَ: عَنْ أَبِي قَتَادَةَ نَحْوُهُ
Begitu pula menurut riwayat Abu Daud dari Abu Qatadah (yakni terdapat pengecualian di siang hari Jumat). [HR. Abud Daud, no. 1083, sanad hadits ini dhaif sebagaimana kata Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan disebabkan dua masalah yaitu Layts Ibnu Abi Sulaim tidak bisa dipilih haditsnya, maka ditinggalkan dan dalam sanad hadits ini ada inqitha’ (terputus)]
Faedah Hadits
- Hadits ini menunjukkan terlarang untuk shalat pada waktu-waktu yang disebutkan dalam hadits ini kecuali untuk shalat fardhu dan shalat sunnah yang punya sebab.
- Dilarang menguburkan jenazah pada waktu-waktu yang disebutkan dalam hadits ini.
- Boleh menguburkan jenazah pada waktu kapan pun selain tiga waktu di atas, boleh menguburkan jenazah pada waktu malam dan siang.
- Waktu zawal (saat matahari tergelincir ke barat) adalah waktu terlarang shalat kecuali pada hari Jumat. Demikian jadi pendapat dari Imam Syafi’i, salah satu pendapat dalam madzhab Hambali, serta dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz.
Referensi:
- Fath Dzi Al-Jalali wa Al-Ikram bi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1426 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Madarul Wathan. Jilid kedua.
- Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram.Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid Kedua.
- Subul As-Salam Al-Muwshilah ila Bulugh Al-Maram. Cetakan kedua, Tahun 1432 H. Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
—
Diselesaikan di #darushsholihin, 24 Jumadats Tsaniyyah 1440 H (1 Maret 2019, Jumat sore)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com